Oleh: Firmawati (Divisi Hukum dan Advokasi Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia dan Aktivis Nasyiatul Aisyiyah Kabupaten Pangandaran).
Indoissue.com – URGENSI amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 (UUD 1945) yang diikuti hembusan kabar penambahan periodisasi jabatan presiden hingga tiga periode senter menjadi polemik.
Isu pemilihan presiden melalui MPR pun turut menambah kegaduhan publik. Tentu isu tersebut sangat disayangkan karena kini menjadi bola panas yang memunculkan kekhawatiran terjadi kemunduran demokrasi paska 23 tahun lalu diperjuangkan melalui reformasi.
Bola panas isu amandemen bukan tanpa alasan, mengingat situasi yang masih pandemi membuat publik mempertanyakan atas dasar kepentingan siapakah amandemen ini dibuat?
Apakah berhubungan langsung dengan kepentingan publik? Mengingat selama pandemik beberapa aturan dilegitimasi meski publik menolak dengan keras.
Produk hukum yang cendrung ‘dipaksakan’ dilegitimasi selama pandemi dintaranya UU Cipta Kerja dan UU KPK. Bertolak belakang dengan keinginan publik yang menolak di sahkannya produk hukum tersebut, pemerintah justru menyegerakannya diundangkan dalam lembaran negara.
Ironis memang aspirasi rakyat tak dihiraukan, RUU Pemilu yang justru dirasa urgent untuk memperbaiki reputasi demokrasi justru ditarik mundur dari prolegnas. Karena dikhawatirkan akan membuka celah untuk meruntuhkan bangunan oligarki yang telah dibangun.
Rekayasa Demokrasi
Pemerintah menyampaikan bahwa amandemen dilakukan hanya untuk mengubah PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) yang merupakan nama lain dari GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Amandemen dilakukan hanya berfokus pada pasal-pasal yang berkaitan dengan PPHN dan tidak akan mengubah pasal yang lain, namun jika kita meilihat UUD sebagai suatu sistem maka dengan merubah satu pasal tentu akan melibatkan perubahan pada klausal yang lainnya.
Kehawatiran publik semakin bertambah tatkala lingkaran kekuasaan hari ini mengusulkan penambahan periodisasi presiden dan pemilihan presiden kembali melalui MPR.