Indoissue.com – Sikap Yusril yang akan menggugat ADART Partai Demokrat adalah keliru.
Pasalnya ADART Partai Demokrat yang digugat Yusril tersebut pernah mengusung anaknya sendiri Yuri Kemal Fadlullah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Belitung Timur 2020 lalu.
Namun, hari ini Yusril Ihza Mahendra (YIM) maju sebagai kuasa hukum untuk melakukan Judicial Review kepada ADART Partai Demokrat dan mengaku netral padahal seperti diketahui Demokrat lagi medapat cobaan dari kekuasaan yang mencoba merampas Partai Demokrat.
Politisi Andi Arief membuat percakapan imajiner antara YIM dan Hakim MA
‘Yusril Lupa, Hakim MA pingsan’
Hakim MA: Pak Yusril (YIM), apakah anda sehat?
YIM: Saya sehat majelis0 yang mulia
Hakim MA : apakah anak anda pernah mengikuti pilkada?
YIM: benar ketua, tahun 2020 di salah satu pilkada Bangka Beliting
Hakim MA: Saat itu apakah untuk memenuhi persyaratan pencalonan juga mendapat dukungan partai lain?
YiM: benar ketua, partai bulan bintang tidak cukup mencalonka karena kursi sedikit.
Hakim MA: apakah Partai Demokrat saat pilkada termasuk berkoalisi dengan Partai Bulan Bintang mendukung pencalonan anak saudara?
YIM: betul yang mulia.
Hakim MA: apakah anda tahu bahwa Partai Demokrat saat pendaftaran pilkada dan memberikan rekomendasi dukungan sebagai syarat pencalonan anak anda adalah hasil kongres bulan Maret 2020, termasuk AD/ART nya?
YIM: saya lupa yang mulia, akhir-akhir ini saya sering lupa…..
Hakim MA: pingsan… cerita berakhir.
Selain Andi Arief, Rachlan Nashidik juga pertanyakan netralitas Yusri.
kap yang katanya netral dibantah oleh Rachlan Nashidik dan menilai dengan hanya menguji satu partai merupakan praktik politik hina.
“Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktik politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat,” tegas Rachland.
“Tak bisa lain, klaim netralitas Yusril adalah tabir asap yang sia-sia menutupi pemihakannya pada KSP Moeldoko. Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas,” pungkas Rachland. (PR)