Oleh: Ahmad Khozinudin
Advokat, Ketua LBH Pelita Umat
“Kenapa tidak terpikirkan amandemen ke-5 untuk kita bisa kembali ke UUD 1945 aslinya dan seluruh perubahannya masuk dalam adendum? Kenapa kita selalu curiga dan syaksangka saja?
–Bambang Soesatyo, GWA MKGR MILIK RAKYAT, 3/9/2021
Pagi ini (3/9) Penulis mendapatkan komentar Ketua MPR RI Saudara Bambang Soesatyo (Bamsoet) di GWA MKGR Milik Rakyat, yang mencoba menawarkan Wacana Amandemen ke-5 dengan substansi kembali ke UUD 1945 asli, dan mempertahankan sejumlah amandemen yang telah ada sebagai addendum.
Jelas, wacana ini tidak dapat dimaknai sebagai ikhtiar untuk mencari solusi bagi masa depan bangsa, namun merupakan bentuk apologi sekaligus ikhtiar untuk lari dari kemarahan rakyat setelah sebelumnya Bamsoet begitu ngotot amandem konstitusi untuk menginjeksi PPHN dan memberikan kewenangan MPR sebagai organ yang menetapkan PPHN.
Bamsoet berusaha mencari simpati sejumlah tokoh yang menyuarakan kembali ke UUD 1945, namun sekaligus membawa racun amandemen turut diakomodir dalam butir addendum. Padahal, tujuan kelompok yang ingin kembali ke UUD 1945 yang asli adalah untuk mengembalikan konstitusi ke bentuk asli dengan membersihkannya dari unsur amandemen yang dinilai ilegal.
Ide kembali ke UUD 1945 namun mengakomodir amandemen menjadi lampiran addendum atau merupakan bagian dari addendum konstitusi, merupakan tindakan melegalisasi amandemen yang dilakukan sejak 1999 hingga 2002. Itu artinya, Bamsoet mencangkokkan racun amandemen dalam narasi kembali ke UUD 1945.
Sementara itu, jika yang dimaksud kembali ke UUD 1945 asli tanpa amandemen, berarti memberikan legitimasi kepada Jokowi untuk nyapres kembali. Sebab, diantara sebab amandemen konstitusi adalah untuk membatasi jabatan presiden hanya maksimum dua periode jabatan.
Dengan UUD 1945 Asli, berdalih tafsir pasal 7 UUD 45 dulu Soeharto melegalisasi kekuasaannya hingga 32 tahun. Apakah, dengan menyuarakan ide kembali ke UUD 1945 adalah langkah Bamsoet untuk menjadikan Jokowi sebagai New Soeharto ? Wallahu a’lam.