Indoissue.com – Ribuan warga Myanmar yang tinggal di Kota Thantlang, negara bagian Chin, melarikan diri ke India dan sekitarnya demi menghindari pertempuran sengit antara milisi lokal dan milisi Junta Myanmar yang pecah di daerah tersebut dalam beberapa waktu terakhir.
Thantlang merupakan salah satu kota dengan 10 ribu penduduk yang berada di perbatasan Myanmar dengan India.
Seorang tetua masyarakat negara bagian Mizoram, India, mencatat 5.500 ora ng dari Myanmar telah tiba di dua distrik wilayah itu selama sepekan terakhir.
Sementara itu, menurut organisasi pemuda Young Mizo Association di Mizoram, para pengungsi dari Myanmar itu tiba dengan perahu melalui Sungai Tiau.
“Kami telah mendirikan tempat penampungan sementara menggunakan kaleng (atap seng) dan terpal untuk menampung para pengungsi ini murni atas dasar kemanusiaan,” ucap ketua Young Mizo Association, Lalnuntluanga, seperti dikutip Reuters.
Pertempuran antara milisi lokal dan pasukan junta Myanmar memang semakin sengit dalam beberapa waktu terakhir di Negara Bagian Chin, terutama Thantlang.
Pada bentrokan akhir pekan lalu, sekitar 20 rumah di Thantlang dibakar. Sejumlah foto di media sosial memperlihatkan bangunan-bangunan yang dilalap si jago merah.
Laporan media lokal Myanmar Now menyebutkan tentara menembak mati seorang pendeta umat Kristiani. Namun, junta militer membantah laporan itu.
Pemimpin komunitas Thantlang, Salai Thang, mengatakan empat warga sipil tewas dan 15 orang lainnya terluka dalam bentrokan beberapa pekan terakhir. Ia menuturkan junta militer juga menggunakan serangan udara untuk melawan para milisi di daerah itu.
Pasukan Pertahanan Chin, yang menentang milisi junta Myanmar, bahwa 30 prajuritnya tewas dalam bentrokan dengan tentara.
Namun, klaim dari kedua belah pihak itu tidak bisa segera diverifikasi Reuters
“Pembunuhan seorang pendeta Baptis dan pengeboman rumah-rumah di Thantlang, Negara Bagian Chin, adalah contoh terbaru dari neraka hidup yang ditunjukkan setiap hari oleh pasukan junta terhadap rakyat Myanmar,” kata pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Thomas Andrews, di melalui kicauan di Twitter. (TNG)