Indoissue.com – Dalam konferensi pers yang digelar Minggu (3/10/2021) siang, Partai Demokrat menyatakan bahwa Perkara Judicial Review Nomor 39, yang pemohonnya adalah empat mantan kadernya, disebut-sebut sebagai bagian dari proxy Moeldoko, sehingga hanya upaya akal-akalan KSP Moeldoko.
Menurut Kepala Badan Komunikasi Strategi (Bakomstra) DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, keempat mantan ketua DPC itu kemudian ‘menunjuk’ Yusril Ihza Mahendra sebagai advokat untuk melakukan judicial review (JR) terhadap Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Demokrat hasil Kongres V tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
“Padahal, menurut Peraturan Mahkamah Agung atau Perma Nomor 1 tahun 2011, hak uji materiil adalah Hak MA untuk menilai materi muatan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan Undang-Undang tingkat lebih tinggi dan menurut UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (P3),” tegas Herzaky.
Itulah kenapa makanya Herzaky menyebut bahwa itu hanya akal-akalan Moeldoko.
Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Parpol
Herzaky menambahkan, “pada pasal 7 ayat 1 dan pada Pasal 8 ayat 1, jelas-jelas dikatakan bahwa AD ART bukan objek yang dapat dilakukan JR. Ini merupakan akal-akalan KSP Moeldoko untuk mengacaukan sistem dan tatanan hukum di negeri ini,” tegasnya.
Herzaky memaparkan, menurut keempat mantan ketua DPC yang dipecat itu, objek dari judicial review yang mereka perkarakan adalah beberapa pasal dalam AD dan ART yang dianggap keempatnya, sebagai bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik.
Nah, dari situlah kemudian, masih menurut Herzaky, KSP Moeldoko mendapat ide bahwa JR di MA adalah ruang gelap. Cukup diajukan. Tidak ada
peradilannya. Tidak ada sidangnya, tiba-tiba nanti ada keputusan.
Dua mantan Ketua MK Kritisi Yusril
“KSP Moeldoko lupa bahwa masih ada keadilan dan akal sehat yang tidak bisa dipermainkan dengan uang dan kekuasaan. Bahkan KSP Moeldoko dan pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra, mendapat banyak kritikan dari para pakar hukum tata negara; dua diantaranya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi,” tegas Herzaky.