Indoissue – Hukuman ringan pelanggaran etik yang dilakukan Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar membuat kepercayaan masyarakat kepada Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) semakin tergerus.
Pengamat hukum dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husein menilai, kepercayaan masyarakat kepada lembaga antirasuah tersebut semakin menurun sejak Revisi UU KPK yang memuncak dengan dinonaktifkannya 75 pegawai KPK lantaran tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“Makin turun setelah KPK edisi ini, dengan mulai diadakannya perubahan Undang-undang KPK, terus formasi yang terakhir juga gitu kan, terus TWK itu membuat kepercayaan publik makin turun sampai ini ,” ujar Umar, Rabu (1/9).
Umar menilai seharusnya KPK menjadi contoh bagi lembaga penegak hukum lainnya sebagai lembaga yang bersih.
“Mestinya KPK harusnya lebih lebih sigap, atau lebih dari yang sudah ada kita kalau tidak lebih baik buat apa? Dan dia harus jadi contoh. Sebenarnya sasaran KPK itu membersihkan sapunya ya, alatnya harus bersih,” tutur Umar.
Menurutnya, Wakil Ketua KPK itu bisa diberikan sanksi penonaktifan jabatan selama setahun tanpa mendapat fasilitas atau dipecat dari jabatannya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai, seharusnya Dewan Pengawas KPK menghukum Lili dengan dinonjobkan atau tidak diberikan peran.
“Kalau tindakan itu berat yang pertama paling minimal adalah yang bersangkutan dinonjob kan minimal 1 tahun tuh,” kata Ray, Rabu (1/9).
Dirinya menganggap pelanggaran etik sangat fatal, namun justru hukumannya Lili masih diberikan kepercayaan untuk menjalankan perannya sebagai Wakil Ketua KPK.
“Minimal dinyatakan tidak boleh memegang peranan apapun di KPK alias non-job setidaknya dalam satu tahun,” ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyampaikan hukuman Lili menunjukkan Dewan Pengawas KPK tak punya sensitifitas terhadap pemberantasan korupsi.
“Masyarakat bisa melihat bahwa Dewas tidak punya sense of krisis terhadap isu pemberantasan korupsi,” kata Kurnia, Rabu (1/9). (JA)