Indoissue.com – Pemerintahan Biden mengumumkan pada hari Rabu (3/11/2021) kemarin bahwa mereka melakukan pembatasan ekspor baru pada NSO Group Israel, perusahaan yang disewa peretas paling terkenal di dunia, dengan mengatakan bahwa alatnya telah digunakan untuk “melakukan penindasan transnasional.”
Teknologi NSO Group, menurut peneliti spyware, telah digunakan di seluruh dunia untuk membobol telepon para aktivis hak asasi manusia, jurnalis, dan bahkan anggota pendeta Katolik, mengatakan akan melakukan advokasi terhadap pemerintah Amerika Serikat (AS).
Departemen Perdagangan Amerika Serikat mengatakan, NSO Group dan tiga perusahaan lain saat ini sedang dalam proses ditambahkan ke dalam “daftar hitam perdagangan (trade blacklist)” dengan membatasi akses mereka ke komponen dan teknologi, khususnya yang digunakan oleh pemerintah AS.
Departemen Perdagangan AS mengklaim, menempatkan perusahaan-perusahaan semacam NSO Group dalam daftar hitam perdagangan, adalah bagian dari upaya pemerintahan Biden untuk mempromosikan perjuangan atas hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri AS.
“Amerika Serikat berkomitmen untuk secara agresif menggunakan kontrol ekspor untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan yang mengembangkan, memperdagangkan, atau menggunakan teknologi untuk melakukan aktivitas jahat yang mengancam keamanan siber anggota masyarakat sipil, pembangkang, pejabat pemerintah, dan organisasi di dalam dan luar negeri,” demikian dikatakan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Gina Raimondo dalam sebuah pernyataan resmi.
Sejumlah analis keamanan menyatakan, kebijakan pemerintahan Joe Biden itu sebagai ‘pukulan’ bagi NSO Group, yang menjadi fokus laporan yang dilakukan konsorsium media sejak awal tahun 2021 ini.
Laporan Konsorsium media tersebut berhasil menemukan bahwa alat spyware perusahaan Pegasus digunakan dalam beberapa contoh peretasan telepon yang berhasil atau sedang dalam proses uji coba kepada para eksekutif bisnis, aktivis hak asasi manusia, dan pihak lainnya di seantero dunia.