Indoissue.com – Pemerintah kini telah memutuskan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Presiden Jokowi mengingkari janjinya pada 2016 untuk tidak menggunakan dana APBN untuk pembangunan proyek kereta cepat. Kini, proyek kereta cepat tersebut telah disetujui oleh Jokowi dengan alasan biaya yang meningkat.
Jokowi juga menandatangani Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Komentar Jansen Sitindaon
Politisi Demokrat Jansen Sitindaon kemudian mengomentari penggunaan anggaran negara untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia menyebut hal itu akibat untuk membangun ‘gagah-gagahan’.
“Inilah akibat membangun utk gagah-gagahan. Kereta Cepat Jkt-Bdg contohnya. Kedepan ini bisa beresiko hukum,” kata Jansen Sitindaon di akun Twitternya, Senin, 11 Oktober 2021.
Perhitungan untuk pembangunan kereta api berkecepatan tinggi telah meleset dari gelombang yang tak terukur.
“Hitungan meleset jd bengkak tak terkira. Belum soal utang BUMN yg adlh bagian keuangan negara. Kelarpun tidak ada jaminan untung,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan alasan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan APN karena kondisi proyek yang membengkak.
“Problem-nya adalah corona datang, dan kita ingin pembangunan tepat waktu. Corona datang membuat beberapa hal menjadi terhambat,” kata Arya Sinulingga dalam keterangannya, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Arya mengatakan pembengkakan juga terjadi karena perubahan desain. Dia mengatakan perubahan anggaran tidak terjadi. Bukan hal baru. , seperti proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol.
“Pembengkakan itu hal yang wajar. Namanya pembangunan awal dan sebagainya, itu membuat hal yang jadi agak terhambat. Jadi, di mana-mana juga kemunduran yang sebelumnya itu akan menaikkan cost,” kata Arya.
Dia membantah ada rencana kenaikan anggaran. Menurut dia, pembengkakan tersebut terjadi karena penyesuaian kondisi geologi dan geografis.
Selain itu, Arya menjelaskan, kenaikan harga tanah juga tak terhindarkan.