Indoissue.com – Dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi di periode kedua ini dinilai Pengurus Besar Pergerakkan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) memiliki catatan minor.
Catatan minor tersebut ada pada Kemandirian ekonomi dan pemberantasan korupsi.
Bahkan Ketua PB PMII Muhammad Arsyad menilai kedua isu tersebut hanyalah sebuah ilusi.
Gerakan aksi pembentangan tagar “Ilusi Indonesia Maju” di sekretariat PB PMII Salemba Jakarta Pusat.
Arsyad menilai, pembangunan infrastruktur selama ini tidak efisien bahkan tidak tepat guna.
Lebih lanjut, Ia mencontohkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang biayanya membengkak dan mengubah skema awal dari bisnis ke bisnis menjadi pendanaan dari APBN.
Sehingga proyek kereta cepat tersebut menelan APBN Rp 4,5 triliun.
“Suntikan dana ini jelas menjadi beban keuangan negara di tengah masa sulit defisit APBN yang mencapai Rp 452 triliun hingga akhir September 2021,” ujar Arsyad pada, Jumat (29/10/2021).
Kereta cepat Jakarta-Bandung, kata dia, berpotensi menjerumuskan Indonesia kedalam utang tersembunyi.
Menurutnya pemerintah harus berhati-hati jangan sampai Indonesia jatuh pada China’s debt trap.
“Ambil pelajaran dari kasus Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan Kereta Api Kenya. Jangan sampai kereta cepat Jakarta-Bandung bernasib seperti Kereta Mombasa-Nairobi di Kenya,” paparnya.
Arsyad juga menyoroti penjualan bijih nikel ke perusahaan smelter China yang merugikan penambang Indonesia.
Sehingga harga bijih nikel yang dijual ke smelter China lebih murah dibanding harga jual bijih nikel di pasaran internasional.
“Lalu untuk apa membangun smelter di dalam negeri jika ekspor langsung ke pasaran internasional harganya lebih bagus, jadi visi penciptaan nilai tambah dalam negeri malah tidak terjadi,” ujarnya.
Penegakan hukum
Pemerintah Indonesia pada pemerintahan Presiden Jokowi-Maaruf Amin ini juga dianggap minor apalagi soal pemberantasan korupsi.
Bahkan soal pemecatan terhadap 57 pegawai KPK karena TWK Presiden Jokowi tidak bergeming sama sekali.