Pemuda dan Masa Depan Pertanian Indonesia

0
69
Bakhrul Amal Dosen Unusia
Bakhrul Amal Dosen Unusia

Oleh: Bakhrul Amal
Dosen Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia)

Selamat Hari Tani Nasional. Hari Tani Nasional ini diperingati berbarengan dengan lahirnya Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA adalah undang undang orisinil pertama Pemerintah Indonesia di Bidang Pertanahan.

Dari sejarah lahirnya saja kita dapat menilai bahwa hukum pertanahan, yang di dalamnya memuat perihal hak-hak atas tanah di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari petani.

Soekarno, pada pidato Vivere Pericoloso, bahkan secara terang mengatakan bahwa UUPA adalah upaya politis Pemerintah Indonesia meninggikan derajat petani yang dinilainya lebih tahu tentang tanah, mencari hidup dari tanah, dan amat butuh tanah.

“Kaum tani itu obyektif membutuhkan tanah garapan, karena kalau tidak menggarap, tidak mengolah tanah, mereka bukan petani,” sebut Soekarno dalam Pidato Tavipnya yang fenomenal.

Minat Pemuda Jadi Petani

Jauh beranjak dari era awal dicetuskannya UUPA, saat ini kebutuhan akan tanah untuk bertani mulai terkikis. Minat melanjutkan perjuangan sebagai soko guru bangsa pun tidak semeriah dulu.

Berdasarkan data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang.

Jumlah ini diketahui hanya sekitar 8 persen dari total petani di Indonesia yang mencapai 33,4 juta orang. Sisanya lebih dari 90 persen masuk petani yang sudah tua.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyuguhkan fakta tak kalah menarik. Fakta BPS menyebutkan bahwa 71 persen dari total petani saat ini berusia di atas 45 tahun. Sedangkan yang di bawah 45 tahun hanya 29 persen saja.

Data tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian bukan lagi sektor yang digandrungi pemuda. Faktor yang menyebabkan hal tersebut tidak semata-mata karena trend semata tetapi faktornya banyak dan sifatnya multidimensional.

Faktor Penyebab

Pertama adalah faktor stigma. Di beberapa wilayah pekerjaan sebagai seorang petani itu dinilai kolot. Menggarap tanah, menyemai benih sembari berjalan mundur, menjaga siang dan malam hamparan sawah, memanen, merupakan sesuatu yang tidak keren.

Kirim Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini