
SARWO Edhie Wibowo ini adalah Letnan Jenderal TNI (Purn) 25 Juli 1925 – 9 November 1989 seorang tokoh militer Indonesia.
Ia adalah kakek dari Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang merupakan anak dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sarwo Edhie Wibowo memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 Semptember dalam posisinya sebagai panglima Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), atau disebut Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada saat ini.
Kariernya di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pernah menjadi Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945—1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951-1953), Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (1959-1961), Kepala Staf RPKAD (1962-1964), dan Komandan RPKAD (1964-1967).
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Soeharto diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat oleh Soekarno. Pada saat itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) telah dituduh sebagai penyebab dari G30S.
Dan Sarwo Edhie diberi tugas menumpas anggota PKI di lahan subur komunis di Jawa Tengah.
Sarwo Edhie mendukung gerakan mahasiswa
Pada awal tahun 1966, saat itu terjadi protes anti-Soekarno, yang dipimpin oleh gerakan pemuda seperti dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Pada 10 Januari 1966, KAMI mengeluarkan tiga tuntutan kepada Soekarno.
Mereka ingin PKI harus dilarang, simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kabinet ditangkap, selama berbulan-bulan pertama tahun 1966, Sarwo Edhie bersama-sama dengan Kepala Staf Kostrad, Kemal Idris, aktif menyelenggarakan dan mendukung protes.
Sarwo Edhie dan Kemal mereka masih terus memprotes. Dalam menunjukkan solidaritas dengan mahasiswa, Sarwo Edhie terdaftar di Universitas Indonesia.
Pada pagi hari tanggal 11 Maret 1966, di saat rapat kabinet di mana Soeharto tidak hadir, ia dan pasukannya mengepung Istana presiden tanpa identifikasi.
Kemudian pada hari itu juga Soekarno mentransfer kekuasaan eksekutifnya kepada Soeharto melalui surat yang disebut Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).