Indoissue.com – Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menilai tabiat Menteri Sosial Tri Rismaharini, yang acapkali melampiaskan kemarahannya di depan publik merupakan kebiasaan yang tidak baik.
Jamiluddin menilai, pemimpin yang tidak dapat mengendalikan amarahnya tidak layak menjadi pemimpin.
“Apalagi kalau ia sambil marah-marah mengambil keputusan, tentu akan berbahaya bagi lembaganya,” kata Jamiluddin dalam keterangan tertulis, Minggu (3/10/2021).
Menurut Jamiluddin, Presiden Joko Widodo seharusnya mengevaluasi Risma, panggilan Tri Rismaharini, pada posisinya sebagai Menteri Sosial.
Ia menambahkan, saat ada reshuffle kabinet, Risma dapat termasuk ke dalam daftar menteri yang ter-reshuffle.
“Harapannya, saat ada reshuffle kabinet, selayaknya Risma termasuk di dalamnya. Hal itu semata agar perilaku Risma tidak terus menerus menjadi beban presiden,” kata Jamiluddin.
Jamiluddin menganggap, masih banyak calon lain yang memiliki kemampuan jauh lebih baik dari Risma untuk mengurus masalah sosial.
“Masalahnya, apakah Jokowi berani me-resuffle Risma yang sama-sama kader PDIP?” tanya Jamiluddin.
Jamiluddin mengatakan, kebiasaan marah-marah sudah terlihat sejak Risma menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
“Hanya saja kebiasaan marah-marahnya itu tidak banyak di ekspos di media massa dan media sosial. Akibatnya, masyarakat menilai Risma sosok pemimpin yang baik, bijaksana, dan menghargai bawahannya,” katanya.
Namun, kata Jamiluddin, sejak menjabat sebagai menteri, momen ketika Risma melampiaskan amarahnya langsung terekspos di media massa dan media sosial.
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma terekam dalam video sedang marah-marah saat rapat membahas distribusi bantuan sosial atau bansos bersama sejumlah pejabat di Gorontalo.
Rekaman video Risma sedang marah-marah tersebut kemudian viral setelah diunggah ke media sosial. Adapun rapat itu diketahui berlangsung pada Kamis (30/9/2021).
Berdasarkan informasi, kemarahan Risma dipicu karena perbedaan laporan mengenai data Program Keluarga Harapan (PKH) Gorontalo dengan yang disampaikan pejabat Kemensos.