Indoissue.com – Akhir-akhir ini, sejumlah ekonom makin aktif bersuara, mengutarakan pendapatnya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan Joko Widodo, utamanya yang terkait dengan kebijakan-kebijakan ekonomi, infrastruktur, dan kebijakan sosial politik.
Salah satunya adalah mantan Menteri Negara Bidang Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara Indonesia di era Soeharto, Prof. Emil Salim, M.A., Ph.D., yang secara gamblang mengritik keinginan pemerintahan Jokowi yang berencana memindahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur, langsung di depan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
Kritik Emil Salim yang merupakan salah seorang putra bangsa yang paling lama mengabdi dengan menjadi menteri dan beberapa jabatan lainnya di sejumlah pemerintahan, disampaikan saat memenuhi undangan silaturahmi secara virtual, Kamis (26/8) kemarin.
Dalam acara tersebut, turut hadir mantan Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) Kuntoro Mangkusubroto, Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) Abdillah Toha, ekonom senior INDEF Faisal Basri, dan mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarief.
“Saya berempati dengan Menteri Keuangan yang pusing kepala, tetapi banyak dari teman-teman kita di departemen (kementerian) kurang paham bahwa pengeluaran menjadi terbatas,” sindir Emil Salim, dikutip dari siaran pers Kemenko Polhukam.
Sehingga menurut Emil Salim, pengeluaran-pengeluaran dalam bentuk pembelian senjata, ibu kota negara dan macam-macam, berjalan seolah-olah keuangan itu tersedia banyak, padahal tidak.
“Sehingga berbagai pengeluaran seperti pembelian senjata, ibu kota negara dan macam-macam, berjalan seolah-olah keuangan itu (anggaran) tersedia banyak, padahal tidak. Ini bakal menyulitkan pengelolaan keuangan negara,” sambungnya.
“Ini bakal menyulitkan pengelolaan keuangan negara,” sesal mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden itu.
Senada dengan Emil Salim, ekonom senior INDEF Faisal Basri menyoroti beberapa persoalan hukum di bidang ekonomi.
“Saya terkejut dengan misalnya dibebaskannya kewajiban membangun kebun untuk gula rafinasi, sehingga kita mendengar keluhan dari industri makanan minuman, mereka sangat terganggu,” ungkap Faisal Basri.