Indoissue – Wacana amandemen UUD 1945 semakin kencang didengungkan oleh koalisi pemerintah, oposisi yang tersisa hanya Partai Demokrat dan PKS yang konsisten menolak amandemen tersebut.
Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun menilai wacana amandemen UUD 1945 merusak kualitas sirkulasi demokrasi dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang besar.
“Tidak penting melakukan amandemen UUD 1945, rakyat perlu makan, tidak butuh amandemen,” kata Ubed, Sabtu (4/9).
Dirinya menilai, perpanjangan periode itu terlalu lama menutup peluang warga negara berkualitas mengalami mobilitas vertikal naik di arena kekuasaan. Sirkulasi elite yang terlalu lama juga berpotensi besar korup dan otoriter.
menurutnya akan ada potensi terjadi gejolak sosial besar jika hal itu dipaksakan terjadi.
“Saat ini hingga akhir kekuasaan Jokowi sedang menunjukan performa terburuknya dalam memimpin. Korupsi merajalela, demokrasi memburuk, ketidakpercayaan publik makin meluas, kemiskinan, dan penderitaan rakyat terus terjadi,” tukasnya.
Konon Presiden Jokowi disebut tegas menolak wacana Amandemen UUD 1945. Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor yang ikut bersama Parpol koalisi nonparlemen bertemu Jokowi di Istana pada Rabu (1/9).
Hadir juga dalam pertemuan tersebut, para Ketua Umum serta Sekretaris Jenderal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hanura, Partai Perindo, dan PKPI.
Afriansyah menyampaikan bahwa dirinya mewakili Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra yang berhalangan hadir.
Dirinya mendapat amanat dari Yusril yang disampaikan kepada Jokowi bahwa jika pemerintah mau melakukan amandemen terbatas, maka Ketua Umum PBB itu siap dimintai pendapat dan masukannya.
“Jika pemerintah mau mengamandemen terbatas, beliau berkenaan dimintai pendapat dan masukannya,” kata Afriansyah, Kamis (2/9).
Namun Afriansyah menyampaikan, bahwa Presiden Jokowi menolak amandemen UUD 1945 baik terbatas maupun terbuka. Menurutnya, Jokowi tidak mau dituduh ingin 3 periode ataupun memperpanjang jabatan Presiden. (JA)