Indoissue.com – Partai Demokrat heran dengan pernyataan advokat Yusril Ihza Mahendra yang mengaku netral dalam kasus uji materi AD/ART Demokrat yang diajukan oleh Moeldoko CS.
“Ia mengaku menjadi kuasa hukum Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik. Tapi skandal hina pengambil-alihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas,” kata Rachland dalam keterangannya, Jumat (24/9).
Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyebutkan kalau Yusril peduli, maka seharunya Yusril memeriksa AD/ART semua partai dan bukan hanya Demokrat. Namun kenyataannya secara sengaja melewatkan AD/ART partai koalisi pemerintah.
“Padahal, faktanya ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur Majelis Tinggi namun dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan Dewan Pengurus. Bila meneliti, pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina,” katanya.
“Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktik politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat. Padahal sebagai advokat, Yusril sebenarnya bisa menolak menjadi Kuasa Hukum Moeldoko tanpa berakibat pupusnya akses Moeldoko pada keadilan. Moeldoko bukan orang miskin. Duitnya mampu membeli jasa advokat lain,” tambahnya.
Partai Demokrat meyakini bahwa advokat sekaligus akademisi di bidang hukum tata negara tersebut tidak netral.
“Klaim netralitas Yusril adalah tabir asap yang sia-sia menutupi pemihakannya pada KSP Moeldoko. Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas,” tandasnya. (AV)