Indoissue.com – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua Barat Daya yang mendiskualifikasi pasangan Abdul Faris Umlati-Petrus Kasihiw dari pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pemilihan Gubernur 2024 menuai kontroversi. Kebijakan ini, yang dituangkan dalam Surat Keputusan KPU PBD Nomor 105 Tahun 2024, dirilis pada tanggal 4 November 2024, menggantikan Keputusan Nomor 78 Tahun 2024 yang sebelumnya menetapkan paslon tersebut sebagai peserta pemilihan dengan Nomor Urut 01.
Keputusan mendadak KPU PBD ini mengundang berbagai kritik dan pertanyaan publik, terutama karena diumumkan hanya tiga minggu sebelum hari pemungutan suara. Viral di media sosial, keputusan ini mendapat sorotan tajam dari banyak pihak yang mempertanyakan dasar hukumnya.
Tim advokasi Abdul Faris Umlati, melalui Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) DPP Partai Demokrat, didampingi oleh tim advokat Dr. Heru Widodo, SH., M.Hum, secara resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) untuk meninjau ulang keputusan KPU PBD tersebut.
Alasan Keberatan
Pasangan calon ini mengajukan empat poin keberatan yang dinilai mendasar terkait kebijakan KPU PBD:
Tidak Melakukan Mutasi Jabatan
Abdul Faris Umlati, yang saat ini menjabat sebagai Bupati Raja Ampat, dinyatakan hanya mengangkat seorang Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Distrik karena posisi tersebut telah kosong selama dua bulan tanpa alasan yang jelas. Selain itu, ia juga mengangkat seorang Plt Kepala Kampung setelah adanya temuan dari inspektorat terkait penyalahgunaan dana desa.
Penunjukan Plt Tidak Memerlukan Izin Mendagri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, mutasi jabatan memang memerlukan izin Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Namun, penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) tidak termasuk dalam ketentuan yang mengharuskan izin Mendagri.
Sesuai Edaran Mendagri
Poin ketiga mengacu pada Surat Edaran Mendagri yang menyatakan bahwa penunjukan Plt Kepala Distrik dan Kepala Kampung tidak memerlukan izin Mendagri. Dengan demikian, tindakan Abdul Faris Umlati dianggap sudah sesuai dengan regulasi yang ada.
Status Bukan Petahana
Provinsi Papua Barat Daya merupakan daerah otonomi baru yang belum memiliki petahana, dan Pilkada 2024 ini merupakan pilkada pertama di provinsi tersebut. Karena itu, Abdul Faris Umlati sebagai Bupati Raja Ampat tidak bisa dianggap sebagai gubernur petahana di provinsi baru ini.
Langkah Lanjutan
Dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung, tim advokasi pasangan Abdul Faris Umlati berharap keputusan KPU PBD dapat dibatalkan dan pasangan nomor urut 01 tersebut tetap bisa melanjutkan kampanye serta mengikuti proses pemilihan yang tinggal menghitung hari. Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang demi menjamin kepastian hukum dalam Pilkada di Papua Barat Daya.