Indoissue.com – Menteri ATR/Kepala BPN sekaligus ketua umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menunjukkan 5 tersangka dan sejumlah barang bukti di kepolisian.
Aksi mafia tanah di Jatim kembali terbongkar. Kali ini, ada 5 tersangka diamankan dari kasus mafia tanah dari Banyuwangi dan Pamekasan, Madura.
AHY pun mengatakan sejak dilantik 21 Februari 2024 lalu, langsung menggenjot kinerja dengan menyelesaikan sengketa tanah yang ada di Indonesia. Menurutnya, aksi mafia tanah tak hanya menyengsarakan rakyat, tapi juga merugikan negara.
“Ini 3 minggu setelah dilantik, kami berkomitmen memimpin langsung pemberantasan mafia tanah. Mengapa? Karena menyengsarakan rakyat, terancam kehilangan hak atas tanah dan bangunan, mungkin aset satu-satunya yang dimiliki, ini jelas-jelas perilaku yang tidak adil bagi masyarakat, ini perampokan. Selain itu, juga merugikan negara karena negara kehilangan pendapatan, sebab mereka menghindari transaksi yang legal,” kata AHY saat konferensi pers di Ruang Rupatama Polda Jatim, Sabtu (16/3/2024).
Ia juga menegaskan, ulah para mafia tanah bisa menciptakan ketidakpastian hukum. Bahkan bisa menyulitkan investasi di RI.
“Investor tidak akan nyaman dan aman apabila tanah yang memiliki kepastian hukum menjadi tidak bersahabat akibat mafia tanah itu. Oleh karena itu, setelah dilantik kami segera menentukan agenda-agenda kerjasama dengan Mabes Polri dan Kejaksaan, kami sepakat serius menangani dan memberantas mafia tanah,” jelasnya.
Kemudian, AHY menyatakan tengah menjalankan rapat pra operasi pencegahan dan penindakan mafia tanah. Tahun 2024 menetapkan 82 target operasi yang memiliki potensi kerugian pada negara sekitar Rp 1.7 triliun dengan jumlah luas tanah 5.469 hektar.
Menurutnya, jumlah itu mengalami kenaikan 60 kasus dari tahun 2023. AHY menegaskan angka itu mungkin bertambah, sesuai perkembangan di lapangan. Dia menunjukkan para tersangka dari kasus mafia tanah yang telah diungkap tersebut.
Di antaranya Polresta Banyuwangi meringkus tersangka P (54), warga Kelurahan Sobo dan PDR (34), warga Dadapan Kecamatan Babat Banyuwangi.
Modus keduanya yakni pada 18 Januari 2023, P mengajukan permohonan pemisahan sertifikat kantor Pertanahan Banyuwangi atas nama ahli waris atau korban. Namun, menggunakan surat kuasa dan tanda tangan palsu.
Akibat ulahnya itu, korban berinisial AKA merugi. Sementara, negara dirugikan akibat adanya 29 SHM terbit senilai Rp 17,7 miliar dengan luas tanah 14.250 meter².
“Untuk kasus di Banyuwangi, potensi kerugian negara yang seharusnya diperoleh dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan PPH sekitar Rp 506 juta, serta rusaknya data di kantor pertanahan, serta secara fisik di lapangan merusak fasum dan fasilitas sosial yang harusnya menjadi milik Pemda tidak terealisasi,” paparnya.
Akibat ulahnya itu, 2 tersangka dikenakan pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP tentang penggunaan surat palsu. Keduanya terancam kurungan penjara maksimal selama 6 tahun.
Sedangkan kasus di Pamekasan Madura, sambung AHY, Tim Satgas Mafia Tanah mengamankan 3 tersangka. Yakni B (57) warga Desa Panempan, MS (53) warga Tlanakan, dan S (51) warga Tlanakan Pamekasan.
Modusnya pun serupa dengan kasus di Banyuwangi, yaitu menggunakan dokumen palsu milik korban, DV (41) untuk mengajukan permohonan SHM ke Kantah Pamekasan. Lalu, terbit SHM atas nama korban. Ketiganya langsung menjual tanah itu kepada orang lain setelah SHM atas nama korban menjadi milik S.
Akibat ulahnya itu, ketiganya dikenakan pasal 385 ayah (1e) KUHP Juncto pasal 55 KUHP. Mereka terancam hukuman kurungan pidana selama 4 tahun penjara.